Wellcome

SELAMAT DATANG SEMOGA APA YANG ANDA TEMUKAN DI BLOG INI BERGUNA BAGI ANDA.

Selasa, 15 Maret 2011

ANALISIS KASUS KEKEBALAN DIPLOMATIK DITINJAU DARI KONVENSI WINA 1961


Kekebalan diplomatik merupakan suatu keistimewaan khusus yang dimiliki oleh seorang diplomat, staf diplomatik ataupun konsuler selama menjalankan misi yang diberikan oleh Negara pengirim. Kekebalan diplomatik adalah bentuk kekebalan hukum dan kebijakan yang dilakukan antara pemerintah, yang menjamin bahwa diplomat diberikan perjalanan yang aman dan tidak dianggap rentan terhadap gugatan atau penuntutan di bawah hukum negara tuan rumah (walaupun mereka bisa dikeluarkan). Disepakati sebagai hukum internasional dalam Konvensi Wina mengenai Hubungan Diplomatik (1961), meskipun konsep dan adat memiliki sejarah yang lebih panjang. Banyak prinsip-prinsip kekebalan diplomatik sekarang dianggap sebagai hukum adat. Kekebalan diplomatik sebagai lembaga yang dikembangkan untuk memungkinkan pemeliharaan hubungan pemerintah, termasuk selama periode kesulitan dan bahkan konflik bersenjata. Ketika menerima diplomat-formal, wakil-wakil dari berdaulat (kepala negara)-yang menerima hibah kepala negara hak-hak istimewa dan kekebalan tertentu untuk memastikan bahwa mereka dapat secara efektif melaksanakan tugas-tugas mereka, dengan pengertian bahwa ini akan diberikan pada dasar timbal-balik.
Kekebalan diplomatik merupakan bentuk kekebalan hukum dan kebijakan antar-pemerintahan yang diberikan kepada seorang diplomat. Pemegangnya dijamin keamanannya, dalam artian hukum negara asing tak berlaku baginya. Kebijakan ini tertuang dalam konsensus hukum internasional, Konvensi Wina. Kebijakan ini biasanya diberikan kepada diplomat yang bekerja untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau lembaga internasional lain yang diakui PBB. Kekebalan diplomatik bertujuan agar diplomat yang bertugas terhindar dari kesalahpahaman atau sikap pemerintah negara tujuan yang tidak ramah dan bahkan menolak kehadiran komunitas internasional.
Adapun teori-teori mengenai mengapa diberikannya kekebalan-kekebalan dan hak istimewa, di dalam hukum internasional terdapat tiga teori yaitu ;
1.      Teori Exterritoriality Artinya ialah bahwa seorang wakil diplomatik itu karena Eksterritorialiteit dianggap tidak berada di wilayah negara penerima, tetapi di wilayah negara pengirim, meskipun kenyataannya di wilayah neghara penerima. Oleh sebab itu, maka dengan sendirinya wakil diplomatik itu tidak takluk kepada hukum negara penerima. Begitun pula ia tidak dikuasai oleh hukum negara penerima dan tidak takluk pada segala peraturan negara penerima.
2.      Teori Representative Character Teori ini mendasarkan pemberian kekebalan diplomatik dan hak istimewa kepada sifat dari seorang diplomat, yaitu karena ia mewakili kepala negara atau negaranya di luar negeri
3.      Teori Kebutuhan Fungsional Menurut teori ini dasar-dasar kekebalan dan hak-hak istimewa seorang wakil diplomatik adalah bahwa wakil diplomatik harus dan perlu diberi kesempatan seluas-luasnya untuk melakukan tugasnya dengan sempurna. Segala yang mempengaruhi secara buruk haruslah dicegah.
Ketentuan-ketentuan yang mengatur tentang hak kekebalan dan hak istimewa dalam Konvensi Wina 1961 dijumpai dalam pasal 22 sampai 31, hal mana dapat diklasifikasikan dalam:
1.      Ketentuan-ketentuan hak-hak istimewa dan kekebalan gedung-gedung perwakilan beserta arsip-arsip, kita jumpai pada pasal 22, 24 dan 30
2.      Ketentuan-ketentuan hak-hak istimewa dan kekebalan mengenai pekerjaan atau pelaksanaan tugas wakil diplomatik, kita jumpai dalam pasal 25,26 dan 27
3.      Ketentuan-ketentuan hak-hak istimewa dan kekebalan mengenai pribadi wakil diplomatik, kita jumpai dalam pasal 29 dan 31 Disamping Konvensi Wina 1961 yang merupakan yuridis pemberian dan pengakuan hak kekebalan dan hak-hak istimewa diplomatik yang merupakan perjanjian-perjanjian multilateral bagi negara-negara pesertanya, juga dibutuhkan perjanjian bilateral antar negara yang merupakan pelaksanaan pertukaran diplomatik tersebut, sebagai dasar pelaksanaan kekebalan dan hak-hak istimewa diplomatik.
Kekebalan perwakilan diplomatik
Kekebalan diplomatik dalam bahasa asingnya mencakup dua pengertian yaitu inviolability dan immunity. Inviolability adalah kekebalan terhadap alat-alat kekuasan negara penerima dan kekebalan terhadap segala gangguan yang merugikan. Sehingga di sini terkandung pengertian perwakilan diplomatik memiliki hak mendapat perlindungan dari alat-alat kekuasaan negara penerima. Bahwa pejabat diplomatik inviolable, tidak dapat ditangkap atau ditahan oleh alat perlengkapan negara penerima. Negara penerima mempunyai kewajiban untuk mengambil langkah-langkah demi menjaga serangan atas kehormatan pribadi pejabat diplomatik yang bersangkutan, sedangkan immunity adalah kekebalan terhadap yuridiksi dari negara penerima, baik hukum pidana, perdata, maupun administratif.
a. Kekebalan diri pribadi pejabat diplomatik
Kekebalan diri pribadi pejabat diplomatik dalam Pasal 29 Konvensi Wina 1961 disebutkan bahwa: The person of a diplomatic agent shall be inviolable. He shall not be liable to any form of arrestor detention. The receiving State shall treat him with due respect and shall take all appropriate steps to prevent any attack on his person, freedom or dignity.
Adapun maksudnya adalah, agen diplomatik tidak dapat diganggu-gugat. Dia tidak akan bertanggung jawab kepada setiap bentuk penangkapan dan penahanan. Negara penerima akan memperlakuannya dengan hormat dan akan mengambil semua langkah yang tepat apapun serangan terhadap dirinya, kebebasan atau martabat.
Kekebalan diri pribadi pejabat diplomatik dapat diperinci menjadi empat bagian, antara lain:
1). Kekebalan terhadap kekuasaan negara penerima
Kekebalan dalam bentuk ini misalnya adalah kekebalan terhadap paksaan, penahanan dan penangkapan. Ketentuan ini memberikan petunjuk bagi alat-alat negara penerima untuk tidak melakukan hal-hal tersebut. Ketentuan-ketentuan tersebut merupakan pengertian yang terdapat dalam penjelasan Pasal 29 Konvensi Wina 1961.
2). Hak mendapatkan perlindungan terhadap gangguan atau serangan atas diri pribadi dan kehormatannya.
Hak untuk mendapatkan perlindungan terhadap gangguan, serangan atas kebebasan dan kehormatan diri pejabat diplomatik sebagaimana di Indonesia yang telah menjamin dan mengatur dalam Pasal 143 dan 144 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia.
3). Kekebalan terhadap jurisdiksi pengadilan negara penerima diatur dalam Pasal 31 Konvensi Wina 1961, antara lain:
·   Seorang wakil diplomatik akan menikmati kekebalan dari pengadilan kriminil (pidana) dari negara penerima. Ia juga menikmati kekebalan dari pengadilan sipil dan administratifnya, kecuali dalam hal:
a)      Tindakan nyata yang berhubungan dengan barang milik tak bergerak pribadi yang terletak di daerah negara penerima, kecuali apabila ia menguasainya atas nama negara pengirim untuk maksud misi;
b)      Tindakan nyata yang berhubungan dengan penggantian, dalam mana wakil diplomatik itu terlibat sebagai pelaksana/ administrator, ahli waris atau penerima harta pusaka sebagai perorangan dan tidak atas nama negara pengirim;
c)      Tindakan yang berhubungan dengan kegiatan profesional atau komersial, yang dilakukan oleh wakil diplomatik di negara penerima, di luar fungsi resminya.
·         Wakil diplomatik tidak diharuskan memberi bukti sebagai saksi
·         Tidak boleh diambil tindakan pelaksanaan terhadap wakil diplomatik kecuali dalam hal-hal yang datang di bawah sub-ayat (a), (b),dan (c) dari ayat (1) pasal ini, dan asalkan tindakan yang bersangkutan dapat diambil dengan tidak melanggar kekebalan pribadinya atau tempat kediamannya.
·         Kekebalan wakil diplomatik dari pengadilan negara penerima tidak membebaskannya dari pengadilan negara pengirim.



4. Kekebalan dari kewajiban menjadi saksi
Pasal 31 ayat 2 Konvensi Wina 1961 mengandung ketentuan sebagai berikut:
A.    diplomatic agent is not obliged to give evidence as a witness.
Artinya bahwa seorang wakil diplomatik tidak dapat dipaksa untuk bertindak sebagai seorang saksi dan untuk memberikan kesaksiannya di depan pengadilan, baik peradilan sipil atau perdata, peradilan pidana maupun peradilan administratif. Begitu pula para anggota keluarga dan para pengikutnya tidak dapat dipaksa untuk bertindak sebagai saksi di depan pengadilan sehubungan dengan yang mereka ketahui. Namun apabila dilihat dari segi untuk menjaga hubungan baik kedua negara, sebaiknya tidak dipegang secara mutlak dan pemerintah negara pengirimnya dapat secara khusus menghapus atau menanggalkan kekebalan diplomatik tersebut dengan pernyataan yang tegas dan jelas.
Pasal 22 Konvensi Wina 1961 menyebutkan bahwa:
1.            Gedung-gedung perwakilan asing tidak boleh diganggu-gugat. Alat-alat negara dari negara penerima tidak diperbolehkan memasuki gedung tersebut kecuali dengan izin kepala perwakilan;
2.            Negara penerima mempunyai kewajiban khusus untuk mengambil langkah-langkah seperlunya guna melindungi perwakilan tersebut dari setiap gangguan atau kerusakan dan mencegah setiap gangguan ketenangan perwakilan-perwakilan atau yang menurunkan harkat dan martabatnya;
3.            Gedung-gedung perwakilan, perabotannya dan harta milik lainnya yang berada di dalam gedung tersebut serta kendaraan dari perwakilan akan dibebaskan dari pemeriksaan, penuntutan, pengikatan atau penyitaan.
C. Kekebalan terhadap korespondensi perwakilan diplomatik
Para pejabat diplomatik dalam menjalankan tugasnya mempunyai kebebasan penuh, dan dapat menjalankan komunikasi secara rahasia dengan pemerintahnya. Diakui secara umum bahwa kebebasan berkomunikasi juga berlaku bagi semua korespondensi resmi antara perwakilan dengan pemerintahnya, dan kebebasan ini harus dilindungi oleh negara penerima. Surat menyurat pejabat diplomatik tidak boleh digeledah, ditahan, atau disensor oleh negara penerima. Perwakilan diplomatik dapat menggunakan kode dan sandi rahasia dalam komunikasinya dengan negara pengirim, sedangkan instalasi radio dan operasi pemancar radio hanya dapat dilakukan atas dasar izin negara setempat. Kurir diplomatik yang berpergian dengan paspor diplomatik tidak boleh ditahan atau dihalang-halangi.
Pasal 27 Konvensi Wina 1961 menjamin komunikasi secara bebas dari misi perwakilan asing dengan maksud yang layak. Artinya hak untuk berhubungan dengan bebas ini adalah hak seorang pejabat diplomatik, di dalam surat-menyurat, mengirim telegram dan berbagai macam perhubungan komunikasi. Dan perhubungan bebas ini dapat berlangsung antara pejabat diplomatik dengan pemerintahannya sendiri atau pemerintah negara penerima maupun perwakilan diplomatik asing lainnya.
Pasal 27 ayat 1 Konvensi Wina 1961 menyebutkan bahwa:
The receiving State shall permit and protect free communication on the part of the mission for all official purposes. In communicating with the Government and the other missions and consulates of the sending State, wherever situated, the mission may employ all appropriate means, including diplomatic couriers and messages in code or cipher. However, the mission may install and use a wireless transmitter only with the consent of the receiving State.
Adapun yang dimaksud adalah, negara penerima akan memberikan izin dan perlindungan untuk kebebasan berkomunikasi dari pihak perwakilan asing suatu negara, guna kepentingan semua tujuan resmi (official purposes) dari perwakilan asing tersebut yaitu dalam hal mengadakan komunikasi dengan pemerintah negara pengirim dan dengan perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler lainnya dari negara penerima, di mana saja tarletak dan perwakilan diplomatik itu diperbolehkan untuk menggunakan semua upaya-upaya komunikasi yang seperlunya, termasuk kurir-kurir diplomatik, diplomatic bags, dan alat perlengkapan seperlunya yang dipergunakan dalam mengadakan komunikasi tersebut.
Pelanggaran terhadap kekebalan diplomatik dan tanggalnya kekebalan seorang diplomat
Banyak kasus mengenai pelanggaran terhadap kekebalan diplomatik dari seorang diplomat maupun mengenai kekebalan gedung-gedung perwakilan yang terjadi amtara suatu Negara pengirim dengan Negara penerimanya. Misalnya kasus pemerintah Thailand yang menanggalkan kekebalan staf diplomatiknya di kedutaan besarnya di London Inggris yang terlibat dalam kasus penyelundupan heroin pada tahun 1992, Lalu kasus pemerintah Zaire yang menanggalkan kekebalan diplomatik seorang diplomatnya yang menabrak mati dua orang anak kecil di perancis selatan pada tahun 1996, lalu ada juga peristiwa di Pakistan dimana polisi Pakistan memasuki gedung perwakilan Irak di Islamabad (Pakistan), dan juga Kasus Makharadze yang ditanggalkan kekebalan diplomatiknya setelah menabrak sebuah mobil dan menewaskan seorang gadis muda berusia 10 tahun dan melukai 4 orang lainnya di Washington pada tahun 1997 atas kejadian tersebut pemerintah Amerika serikat melalui menteri luar negerinya menghimbau kepada pemerintah Georgia agar menangglakan kekebalan diplomatik georgui Makharadze dan membiarkan diplomatnya tersebut diadili dengan menggunakan hukum wilayah setempat.
Kekebalan yang dimiliki seorang wakil diplomatik didasarkan pada prinsip pemberian kesempatan seluas-luasnya kepada wakil diplomatik dalam melakukan tugasnya dengan sempurna. Hal tersebut merupakan bentuk perlindungan terhadap perwakilan diplomatik beserta fasilitas-fasilitasnya termasuk di dalamnya gedung perwakilan diplomatik asing. Konvensi Wina 1961 tentang hubungan diplomatik menegaskan bahwa status gedung perwakilan diplomatik tidak dapat diganggu gugat (inviolable) karena merupakan bentuk penghormatan negara penerima atas keberadaan suatu misi diplomatik sehingga pejabat-pejabat dari negara penerima tidak boleh memasukinya, kecuali dengan persetujuan kepala perwakilan.
Tanggung jawab negara lahir apabila negara melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum internasional karena kesalahan atau kelalaiannya sehingga menimbulkan pelanggaran kewajiban hukum internasional. Pelanggaran terhadap kekebalan perwakilan diplomatik oleh negara penerima bisa terjadi apabila negara penerima tidak dapat memberikan perlindungan dan kenyaman terhadap para diplomatik dalam menjalan kan fungsi dan misi-misinya. Negara peneri ma wajib memperbaiki sekaligus mempertanggungjawabkan pelanggaran hak tersebut dan menjaga kehormatan dari negara pengirim wakil diplomatik sebagai negara yang berdaulat.
Menurut Konvensi Wina 1961 dijelaskan dalam pasal 32 mengenai ketentuan-ketentuan tentang penanggalan kekebalan dari kekuasaan hukum. Disebutkan bahwa kekuasaan dari pejabat-pejabat diplomatikdan orang-orang yang menikmati kekebalan seperti tersebut dalam pasal 37 dapat ditanggalkan oleh Negara pengirim. Namun penanggalan tersebut harus dinyatakan dengan jelas. Untuk mengadakan hubungan diplomatik antar negara, diperlukan adanya sebuah perwakilan yang mewakili suatu negara di negara lain, yang disebut sebagai perwakilan diplomatik. Sedangkan pelaksanaan dari perwakilan diplomatik dijalankan oleh pejabat diplomatik. Pejabat diplomatik atau yang disebut juga dengan diplomat merupakan wakil dari negara yang mengirimnya. Sebagaimana telah diatur oleh hukum internasional, pejabat diplomatik atau diplomat memiliki kekebalan diplomatik selama dia menjalankan tugasnya. Hal itu diberikan agar pejabat diplomatik dapat menjalan tugasnya dengan baik tanpa ada gangguan yang menimpa dirinya. Kekebalan dan keistimewaan diplomatik diatur dalam Konvensi Wina tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik. Salah satu kekebalan yang dimiliki oleh pejabat diplomatik adalah kekebalan terhadap dirinya, yaitu bahwa seorang diplomat tidak dapat diganggu gugat, tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam bentuk apapun dari penahanan atau penangkapan. Ketentuan tersebut terdapat dalam pasal 29 Konvensi Wina tahun 1961. Selain itu, negara penerima harus memperlakukannya dengan hormat dan mengambil semua langkah yang tepat untuk mencegah setiap serangan terhadap badannya, kekebasannya atau martabatnya. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, kekebalan tersebut sering dilanggar oleh negara penerima sehingga menyebabkan insiden yang dapat merugikan atau menganggu pejabat diplomatik. Insiden yang terjadi dapat diselesaikan dengan menganalisa dan meneliti sebaik-baiknya bahwa kekebalan diplomatik terhadap diri diplomat merupakan kekebalan yang tidak dapat diganggu gugat dan juga diatur secara tegas oleh hukum Internasional, dalam hal ini Konvensi Wina tahun 1961.

Tidak ada komentar: