Wellcome

SELAMAT DATANG SEMOGA APA YANG ANDA TEMUKAN DI BLOG INI BERGUNA BAGI ANDA.

Senin, 08 Maret 2010

Hak Pengusahaan Perairan Pesisir

HP3 adalah sebuah norma baru dalam khasanah hukum nasional kita. Selama ini, perairan pesisir dan laut senantiasa diletakkan di bawah bayang-bayang doktrin open access, yang menutup peluang pemberian hak atas perairan pesisir. Harus diakui dominasi doktrin open access masih kuat menguasai benak para pengambil kebijakan di negeri ini. Mereka menganggap perairan pesisir dan laut sebagai milik semua orang sehingga hukum harus memastikan bahwa setiap orang terlindungi aksesnya pada perairan pesisir dan laut. Bagi penganut doktrin ini, di atas perairan pesisir dan laut haram hukumnya diterbitkan hak, sebab akan menimbulkan penguasaan yang eksklusif dan membatasi akses orang lain. HP3 adalah hak atas perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan atau usaha lainnya yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, yang mencakup permukaan laut, kolom air, hingga permukaan dasar laut. Pemanfaatan perairan pesisir diberikan dalam bentuk HP-3.HP-3 sebagaimana dimaksud diatas meliputi pengusahaan atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut. HP-3 diberikan dalam luasan dan waktu tertentu. Pemberian HP-3 sebagaimana dimaksud diatas  wajib mempertimbangkan kepentingan kelestarian Ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Masyarakat Adat, dan kepentingan nasional serta hak lintas damai bagi kapal asing.

UU-PWP3K mengatur bahwa yang berhak mendapatkan HP3 adalah WNI, badan hukum Indonesia, dan masyarakat adat (Pasal 18). Norma ini belum menunjukan siapa yang mendapat prioritas di antara ketiga subjek hukum tersebut. Akan tetapi ketentuan-ketentuan lainnya terang-benderang memberikan prioritas kepada masyarakat adat.
Seperti disinggung sebelumnya, HP3 baru dapat diberikan setelah Perda yang mengatur empat level perencanaan ditetapkan. Untuk menyusun Perda tersebut, sesuai dengan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan yang akan ditetapkan dalam waktu dekat ini, Pemda wajib membentuk Komite Representasi Masyarakat sebagai prasyarat penyusunan empat level perencanaan tersebut. Komite ini akan terdiri atas unsur masyarakat adat/lokal termasuk nelayan, akademisi, pengusaha daerah, dan LSM. Struktur keanggotaan Komite yang demikian ini diharapkan mampu menjaga kepentingan masyarakat adat/lokal. Derajat keterlibatan Komite dalam proses penyusunan Perda juga diatur dalam Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan tentang Peranserta Masyarakat dalam Proses Penyusunan Renstra, Rencana Zonasi, Rencana Pengelolaan, dan Rencana Aksi. Dalam proses penyusunan Renstra, misalnya, keterlibatan Komite hanya bersifat informatif dan konsultatif. Akan tetapi, pada proses penyusunan rencana-rencana yang lebih operasional keterlibatannya dapat berupa inisiasi penyusunan rencana. Proses penyusunan Perda yang demikian demokratis tersebut memperkecil peluang HP3 dimonopoli para pengusaha dan menggusur nelayan. Bahkan sebaliknya, kita boleh berharap Perda-Perda tersebut nantinya justru akan memberikan prioritas HP3 kepada masyarakat adat termasuk nelayan. Dengan proses yang demikian demokratis, daulat rakyat di perairan pesisir akan tetap terjaga.


 Lebih jelasnya HP-3 dapat diberikan kepada:
a. Orang perseorangan warga negara Indonesia;
b. Badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia; atau
c. Masyarakat Adat.(menurut beberapa peraturan menjadi prioritas)


Ikhwal jangka waktu HP3, sangat bergantung pada karakteristik usaha yang akan dikembangkan. Jangka waktu tersebut sedemikian rupa supaya kondusif bagi tumbuhnya investasi. Jangka waktu 50 tahun sudah sangat memadai asalkan diberi peluang perpanjangan setelah jangka waktu pertama berakhir. Namun bagi keperluan masyarakat lokal, baik untuk kepentingan ekonomi maupun tradisi, jangka waktunya bisa tanpa batas, sepanjang kenyataannya mereka masih memanfaatkannya secara efektif. HP-3 diberikan untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun. Jangka waktu sebagaimana dimaksud dapat diperpanjang tahap kesatu paling lama 20 (dua puluh) tahun. Jangka waktu tersebut dapat diperpanjang lagi untuk tahap kedua sesuai dengan peraturan perundang-undangan. HP-3 dapat beralih, dialihkan, dan dijadikan jaminan utang dengan dibebankan hak tanggungan. HP-3 diberikan dalam bentuk sertifikat HP-3. Merujuk pada tradisi penguasaan perairan pesisir yang berkembang di masyarakat lokal serta praktik pengaturan hak atas perairan di negara lain, seperti Jepang dengan fishing right-nya, maka HP3 dapat mencakup penguasaan atas bagian-bagian perairan pesisir untuk usaha perikanan (termasuk budidaya mutiara dan rumput laut), pariwisata bahari, atau usaha lainnya, tetapi tidak mencakup pertambangan dasar laut. HP3 hanya dapat diberikan dalam wilayah laut teritorial.

Seperti halnya hak-hak tradisional atas perairan pesisir, HP3 juga dapat diwariskan dan diperjualbelikan. Untuk mengakomodasi kebutuhan kontekstual masyarakat, maka HP3 dapat dijadikan jaminan utang. Sebaliknya, HP3 juga dapat berakhir jika jangka waktunya habis, diterlantarkan, atau dicabut untuk kepentingan umum. HP-3 berakhir karena:
a. jangka waktunya habis dan tidak diperpanjang lagi;
b. ditelantarkan; atau
c. dicabut untuk kepentingan umum.

Tata cara pemberian, pendaftaran, dan pencabutan HP-3 diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pemberian HP-3 wajib memenuhi persyaratan teknis, administratif, dan operasional.
Persyaratan teknis tersebut meliputi:
a. kesesuaian dengan rencana Zona dan/atau rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
b. hasil konsultasi publik sesuai dengan besaran dan volume pemanfaatannya; serta
c. pertimbangan hasil pengujian dari berbagai alternative usulan atau kegiatan yang berpotensi merusak Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.



Persyaratan administratif yang dimaksud adalah:
a. penyediaan dokumen administratif;
b. penyusunan rencana dan pelaksanaan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sesuai dengan daya dukung ekosistem;
c. pembuatan sistem pengawasan dan pelaporan hasilnya kepada pemberi HP-3; serta
d. dalam hal HP-3 berbatasan langsung dengan garis pantai, pemohon wajib memiliki hak atas tanah.

?    Persyaratan operasional yang dimaksud mencakup kewajiban pemegang HP-3 untuk:
a. memberdayakan Masyarakat sekitar lokasi kegiatan;
b. mengakui, menghormati, dan melindungi hak-hak Masyarakat Adat dan/atau Masyarakat lokal;
c. memperhatikan hak Masyarakat untuk mendapatkan akses ke sempadan pantai dan muara sungai; serta
d. melakukan rehabilitasi sumber daya yang mengalami kerusakan di lokasi HP-3.

Penolakan atas permohonan HP-3 dapat ditolak dengan catatan sang penolak wajib menyertakan salah satu alasan di bawah ini:
a. terdapat ancaman yang serius terhadap kelestarian wilayah Pesisir;
b. tidak didukung bukti ilmiah; atau
c. kerusakan yang diperkirakan terjadi tidak dapat dipulihkan.

Pemberian HP-3 sebagaimana dimaksud dilakukan melalui pengumuman secara terbuka. HP-3 tidak dapat diberikan pada Kawasan Konservasi, suaka perikanan, alur pelayaran, kawasan pelabuhan, dan pantai umum.

HP-3 diatur dalam UU NO 27 tahun 2007 ada empat poin penting yang perlu diperhatikan dalam pasal tersebut yaitu:
Pertama: Tata cara pemberian, pendaftaran dan pencabutan HP3 (sesuai amanat pasal 20 ayat 4)
Kedua: pemanfaatan pulau-pulau kecil terluar (amanat pasal 27 ayat 2).
Ketiga: tata cara penetapan HP3 di kawasan tertentu, Izin pemanfaatan yang menimbulkan dampak besar dan perubahan status kawasan zona inti (pasal 51 ayat 3)
Keempat: mitigasi bencana dan kerusakan wilayah pesisir (pasal 59 ayat 4).

Pada kawasan konservasi, suaka perikanan, alur pelayaran, kawasan pelabuhan, dan pantai umum tidak dapat diberikan HP3. Untuk memastikan pelaksanaanya, maka HP3 hanya dapat diberikan manakala memenuhi syarat teknis (seperti kesesuaian dengan rencana zonasi dan rencana pengelolaan), administratif (seperti dokumen rencana aksi yang sesuai daya dukung ekosistem), dan syarat operasional (seperti kewajiban menghormati hak masyarakat adat). Dengan demikian HP3 baru dapat diberikan apabila sudah ada Perda yang mengatur Rencana Strategis, Rencana Zonasi, Rencana Pengelolaan, dan Rencana Aksi. Perairan pesisir sebagai kekayaan bangsa, menurut konstitusi dikuasai oleh Negara untuk kepentingan kesejahteraan seluruh anak bangsa tanpa kecuali. Nelayan, pembudidaya ikan, pengusaha budidaya mutiara dan wisata bahari adalah anak-anak bangsa yang berhak mendapatkan kesejahteraan dari sumberdaya alam perairan pesisir. UU-PWP3K mengatur bahwa yang berhak mendapatkan HP3 adalah WNI, badan hukum Indonesia, dan masyarakat adat. Norma ini belum menunjukan siapa yang mendapat prioritas di antara ketiga subjek hukum tersebut. Akan tetapi ketentuan-ketentuan lainnya terang-benderang memberikan prioritas kepada masyarakat adat. Seperti disinggung sebelumnya, HP3 baru dapat diberikan setelah Perda yang mengatur empat level perencanaan ditetapkan. Untuk menyusun Perda tersebut, sesuai dengan Rancangan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan, Pemda wajib membentuk Komite Representasi Masyarakat sebagai prasyarat penyusunan empat level perencanaan tersebut.

Tidak ada komentar: